“Apa nggak terlambat punya asuransi jiwa setelah usia 50?”
Pertanyaan ini sering sekali terdengar dan jawabannya: tidak pernah terlambat, tapi memang ada aturan main yang sedikit berubah.
Faktanya, lebih dari 40% pembelian polis asuransi jiwa baru justru dilakukan oleh orang-orang yang berusia 50-an dan 60-an.
Entah Anda sedang memikirkan rencana biaya akhir hidup, ingin melindungi pasangan, atau sekadar mencari ketenangan batin, asuransi jiwa tetap bisa jadi alat yang sangat berguna, serta dalam banyak kasus masih cukup terjangkau.
Kenapa Asuransi Jiwa Masih Penting Setelah Usia 50 Tahun?
Dulu saya pikir, setelah usia 50, asuransi jiwa itu udah nggak ada gunanya lagi.
Kayak, “Ngapain sekarang? Bukannya udah telat?” Dalam bayangan saya, asuransi jiwa itu cuma buat anak-anak muda yang baru punya anak kecil dan cicilan rumah.
Tapi ternyata, saya salah besar. Dan baru benar-benar sadar setelah hidup ngelempar kejutan yang nggak saya duga sama sekali.
Salah satu sahabat baik saya meninggal mendadak, usia 54, bercerai, dan punya dua anak yang sudah dewasa.
Nggak punya wasiat. Nggak punya asuransi jiwa. Keluarganya sampai harus galang dana online buat biaya pemakaman.
Bayangkan, anak-anak Anda harus bikin kampanye GoFundMe hanya untuk nguburin orang tuanya.
Saat itu juga, semua pandangan saya tentang “udah terlambat” langsung berubah total.
Faktanya, asuransi jiwa masih sangat penting di usia 50-an, mungkin bahkan lebih penting dari sebelumnya.
Ada mitos besar yang bilang premi asuransi akan jadi mahal banget begitu Anda menua.
Dan ya, memang nggak semurah saat usia 25. Tapi bukan berarti nggak terjangkau.
Orang sehat usia 52 tahun masih bisa kok dapat polis term life dengan premi di bawah 1 juta per bulan, tergantung jumlah dan masa perlindungan.
Sekarang mari bicara soal keluarga. Mungkin anak-anak Anda sudah besar dan rumah terasa sepi, tapi itu bukan berarti Anda bebas dari tanggung jawab finansial.
Bisa jadi masih ada cicilan rumah yang harus dibayar. Atau ada anak-anak yang masih kuliah.
Saya bahkan kenal orang usia 50-an yang masih mengasuh cucu mereka.
Kalau ada orang yang masih bergantung pada penghasilan Anda, atau akan kesulitan secara finansial kalau Anda tiada, maka ya, Anda masih butuh perlindungan.
Bahkan kalau keluarga Anda sudah mandiri dan utang tinggal sedikit, asuransi jiwa bisa jadi soal warisan dan ketenangan batin.
Saya akhirnya memutuskan ambil polis whole life kecil-kecilan yang cukup buat biaya pemakaman, lunasin sedikit utang, dan ninggalin sesuatu untuk anak-anak.
Bukan jumlah miliaran sih. Tapi cukup buat bikin mereka nggak stres, dan saya juga bisa tidur lebih nyenyak. Itu nilainya nggak bisa dibeli.
Satu hal yang saya harap ada yang kasih tahu lebih awal: asuransi jiwa itu bukan cuma buat yang muda dan sehat, tapi buat mereka yang peduli.
Kalau Anda sudah sampai usia 50-an, besar kemungkinan Anda punya orang-orang dan rencana yang berarti dalam hidup.
Jangan biarkan asumsi lama bikin Anda lengah dan nggak melindungi mereka.
Jenis Asuransi Jiwa yang Cocok Setelah Usia 50
Waktu pertama kali saya mulai cari-cari asuransi jiwa untuk usia 50-an, rasanya kepala penuh banget.
Serius, kenapa jenisnya banyak banget, sih? Ada term life, whole life, final expense, simplified issue, guaranteed issue… rasanya kayak alfabet berantakan buat orang dewasa.
Dalam hati saya cuma mikir, “Tolong dong, ada nggak yang bisa langsung bilang mana yang cocok buat usia saya sekarang?”
Jadi izinkan saya bantu merangkum, versi nyata dan tanpa ribet, hal yang saya harap dulu ada yang jelasin sebelum saya tenggelam berhari-hari ngoprekin internet.
Term life insurance adalah pilihan paling terjangkau untuk Anda yang masih cukup sehat di usia 50-an.
Jenis ini kasih perlindungan untuk jangka waktu tertentu, misalnya 10, 15, atau 20 tahun, dan hanya dibayarkan kalau Anda meninggal dalam periode itu.
Cocok banget kalau tujuan Anda cuma buat nutup cicilan rumah atau bantu pasangan dari sisi finansial.
Saya sempat ditawari premi sekitar Rp900 ribuan per bulan untuk polis 15 tahun di usia 53. Lumayan banget, terutama untuk rasa tenang yang diberikannya.
Tapi ya, begitu masa perlindungannya habis, ya udah, nggak berlaku lagi.
Kalau mau lanjut, harus perpanjang dengan tarif jauh lebih mahal (dan itu lumayan sakit di dompet), atau nggak lanjut sama sekali. Jadi, perlu pintar-pintar ngatur waktunya.
Whole life insurance, di sisi lain, berlaku seumur hidup dan membangun cash value yang bisa Anda pinjam sewaktu-waktu.
Kedengarannya keren, ya? Memang, tapi juga jauh lebih mahal. Bisa 3 sampai 4 kali lipat dari premi term life.
Saya sendiri ambil whole life versi kecil buat nutup biaya akhir hidup dan ninggalin sedikit warisan. Stabil, bisa diprediksi, dan nggak ada masa kedaluwarsa.
Oh, dan ini tips yang sering terlewat: riders. Ini semacam fitur tambahan yang bisa Anda tambahkan sesuai kebutuhan.
Kalau Anda sudah lewat usia 50, pertimbangkan beberapa opsi ini:
- Accelerated death benefit: memungkinkan Anda pakai sebagian dari uang pertanggungan kalau didiagnosis penyakit terminal.
- Long-term care rider: bantu biaya perawatan di panti jompo atau perawatan di rumah.
- Waiver of premium: fitur emas kalau suatu saat Anda tidak bisa bekerja dan bayar premi karena cacat.
Dulu saya pikir asuransi jiwa itu satu ukuran buat semua orang. Ternyata, banyak banget pilihan yang memang disesuaikan untuk usia kita.
Kuncinya adalah tahu apa yang Anda ingin capai, apakah itu melindungi penghasilan, nutup biaya akhir hidup, atau ninggalin sesuatu buat orang tercinta, dan pilih jenis polis yang cocok dengan tujuan itu.
Jangan buru-buru. Bertanya itu penting. Dan nggak apa-apa kalau butuh beberapa kali penawaran sebelum ketemu yang paling pas.
Saya sendiri sempat ganti pikiran dua kali sebelum akhirnya menemukan kombinasi yang cocok!
Berapa Banyak Pertanggungan Asuransi yang Dibutuhkan di Usia Ini?
Bagian ini yang paling bikin saya bingung waktu mulai cari asuransi jiwa di usia 50-an: sebenarnya butuh pertanggungan sebesar apa sih?
Saya nggak mau bayar mahal untuk polis yang terlalu besar, tapi juga nggak mau ninggalin keluarga dalam kondisi kepepet.
Soalnya, gimana coba cara mengukur rasa tenang dengan angka?
Akhirnya saya mulai dari sini dan ini juga yang akan saya sarankan ke siapa pun yang ada di situasi serupa.
Pertama-tama, coba tanya ke diri sendiri beberapa pertanyaan jujur:
Apakah saya masih punya utang besar? Misalnya cicilan rumah, kartu kredit, atau pinjaman mobil yang belum lunas?
Apakah ada yang masih bergantung pada penghasilan saya?
List semuanya meski cuma bergantung sebagian, seperti pasangan, orang tua yang sudah lanjut usia, atau anak dewasa yang belum mandiri sepenuhnya.
Berapa besar biaya akhir hidup saya nanti? Biaya pemakaman, urusan legal, semuanya bisa bikin totalnya membengkak.
Di Indonesia, biaya pemakaman bisa mencapai Rp75 juta atau lebih kalau dihitung lengkap.
Setelah saya punya jawaban-jawaban itu, saya pakai rumus sederhana yang diajarkan teman saya (kebetulan dia juga agen asuransi):
📌 [Utang + Biaya Masa Depan + Pengganti Penghasilan] – Aset yang Sudah Ada = Jumlah Pertanggungan Ideal
Contohnya, ini perhitungan saya waktu usia 52:
Sisa KPR rumah: Rp600 juta
Perkiraan biaya pemakaman dan legalitas: Rp75 juta
Dana tambahan untuk biaya hidup pasangan: Rp300 juta
Tabungan/investasi yang bisa dipakai: Rp250 juta
👉 Total kebutuhan: Rp725 juta
Jadi saya bulatkan dan ambil polis term life senilai Rp750 juta.
Nggak harus sempurna, tapi sebaiknya dipikirkan matang-matang. Karena jebakan justru ada di dua sisi: kelebihan atau kekurangan perlindungan.
Terlalu besar? Itu jebakan. Apalagi setelah usia 50, premi makin mahal.
Saya hampir tanda tangan buat polis Rp2 miliar cuma karena “kedengarannya keren”. Untungnya saya hitung-hitung dulu. Huft.
Terlalu kecil juga bahaya. Saya pernah lihat orang ambil polis kecil khusus pemakaman karena merasa “itu udah cukup.”
Tapi akhirnya pasangannya harus jungkir balik bayar cicilan rumah dan tagihan bulanan tanpa jaring pengaman.
Padahal justru stres kayak gitu yang seharusnya dicegah oleh asuransi jiwa.
Dan jangan lupa, kebutuhan pertanggungan bisa berkurang seiring waktu.
Kalau cicilan rumah hampir lunas atau anak-anak sudah mandiri sepenuhnya, mungkin sekarang Anda nggak butuh sebesar dulu waktu usia 40-an.
Kesimpulannya? Anggap ini seperti puzzle keuangan.
Asuransi jiwa Anda sebaiknya mengisi celah yang ada, bukan menggandakan apa yang sudah Anda miliki, dan tentu bukan meninggalkan kekacauan untuk orang tercinta.
Ambil kalkulator, coret-coret sedikit angka, dan jangan buru-buru.
Bahkan satu jam mikir serius sekarang bisa menyelamatkan keluarga dari stres berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun, di kemudian hari.
Cara Menghemat Premi untuk Asuransi Jiwa Setelah Usia 50 Tahun
Kita nggak usah bungkus-bungkusin kenyataan, asuransi jiwa memang jadi lebih mahal setelah Anda menginjak usia 50 tahun.
Saya masih ingat rasa sedikit panik waktu pertama kali lihat penawaran premi di usia 55 dan langsung mikir, “Ini premi bulanan atau cicilan mobil, ya?”
Tapi kabar baiknya, ada banyak cara supaya biayanya tetap terkendali… asal Anda tahu caranya.
Jadi, apa saja sih yang paling memengaruhi besarnya premi di usia ini?
Tiga faktor utama:
- Usia Anda (ya, ini udah jelas, tapi tiap tahun tetap berpengaruh)
- Kondisi kesehatan (baik yang sekarang maupun riwayat medis Anda)
- Jenis dan jumlah perlindungan yang Anda pilih
Di usia 50-an ke atas, perubahan kecil kayak tekanan darah atau kadar kolesterol bisa bikin premi naik.
Saya nunggu sampai masa kerja yang super stres selesai baru periksa kesehatan, dan hasilnya malah dapat premi lebih tinggi dari yang bisa saya dapatkan kalau periksa beberapa bulan sebelumnya.
Kalau Anda khawatir soal kesehatan, atau memang sudah punya kondisi tertentu, jangan langsung mengira Anda nggak bisa diasuransikan.
Masih ada banyak pilihan yang terjangkau, asal strateginya tepat.
Berikut beberapa hal yang berhasil saya lakukan:
1. Ajukan asuransi selagi masih relatif sehat.
Setiap tahun yang Anda tunda, berarti bayar lebih mahal karena risiko meningkat.
Meskipun merasa “baik-baik saja,” usia tetap jadi faktor penentu.
2. Bandingkan penawaran dari beberapa penyedia.
Serius, jangan cuma ambil dari satu perusahaan. Saya pernah ditawari Rp1 juta per bulan oleh satu perusahaan, tapi yang lain kasih harga Rp650 ribu untuk perlindungan yang hampir sama persis.
Clue-nya, mereka menilai riwayat tekanan darah saya secara berbeda.
3. Gunakan alat perbandingan online.
Saya cuma habiskan sekitar 30 menit di salah satu situs pembanding, dan akhirnya bisa hemat sekitar 25%.
Beberapa bahkan kasih pilihan polis tanpa tes medis, hemat waktu dan bikin hati lebih tenang.
4. Pilih jenis polis yang sesuai.
Term life jauh lebih murah dibanding whole life, terutama kalau tujuan Anda cuma untuk perlindungan penghasilan atau cicilan rumah.
Kalau cuma buat biaya pemakaman atau utang kecil, final expense policy bisa lebih efisien secara biaya.
5. Tanya soal cara pembayaran.
Bayar tahunan alih-alih bulanan bisa hemat sekitar 5%. Kelihatannya kecil, tapi lama-lama lumayan juga.
6. Jaga gaya hidup.
Saya berhenti merokok di usia awal 50-an, dan dua tahun kemudian, waktu ajukan polis baru, saya dapat tarif yang jauh lebih rendah.
Bahkan hal-hal kayak berat badan, kebiasaan tidur, dan konsumsi alkohol bisa memengaruhi cara perusahaan asuransi menilai Anda.
Dan satu pelajaran paling penting yang saya dapat: jangan beli polis terlalu besar hanya untuk merasa aman.
Anda nggak perlu polis Rp2 miliar kalau kebutuhan sebenarnya cukup dengan Rp500 juta.
Kuncinya adalah perlindungan yang tepat sasaran, bukan beli sebanyak-banyaknya untuk “jaga-jaga”.
Jadi ya, premi memang naik setelah usia 50 tapi bukan berarti bikin kantong jebol.
Sedikit perencanaan, pintar-pintar membandingkan, dan gaya hidup sehat bisa bantu Anda tetap terlindungi tanpa bikin stres keuangan.
Asuransi Jiwa dan Perencanaan Warisan
Jujur aja, saya nggak pernah kepikiran soal perencanaan warisan, sampai ada yang nyinggung di pesta pensiun teman saya.
Waktu itu lagi ngobrol soal pensiun, terus ada yang nyeletuk, “Anda udah update daftar ahli waris, kan?”
Saya langsung bengong, ahli waris? Saya bahkan belum pernah ngecek lagi sejak pertama kali daftar polis.
Ternyata, asuransi jiwa itu salah satu alat perencanaan warisan yang paling simpel, dan paling cerdas, apalagi kalau Anda sudah lewat usia 50.
Anda nggak perlu jadi orang super kaya buat manfaatin ini. Cuma butuh sedikit langkah ke depan.
Sebagai permulaan, asuransi jiwa itu cara ampuh buat mengalihkan harta ke orang tercinta tanpa pajak (dalam banyak kasus).
Uang pertanggungan langsung diberikan ke ahli waris yang Anda tunjuk, biasanya tanpa perlu proses waris lewat pengadilan.
Artinya, keluarga Anda nggak perlu nunggu berbulan-bulan, atau bahkan bertahun-tahun, cuma buat bisa akses dana.
Dan itu penting banget. Saya pernah lihat sendiri keluarga yang harus repot setengah mati cuma buat urus tabungan karena semuanya harus lewat pengadilan.
Kalau Anda punya anak yang sudah dewasa, cucu, atau bahkan keponakan kesayangan, polis Anda bisa bantu mereka beli rumah, nyelesain kuliah, atau sekadar bernapas lebih lega di masa sulit.
Itu warisan yang layak diberikan, meskipun “cuma” Rp200 juta atau Rp500 juta. Meski terlihat kecil, bantuan itu bisa berdampak besar.
Tapi ini bagian pentingnya: harus disiapkan dengan benar. Saya belajar (nyaris dengan cara yang pahit) bahwa cuma menuliskan nama seseorang sebagai ahli waris tuh nggak cukup. Harus jelas dan rinci.
Beberapa pelajaran penting yang saya petik:
- Selalu tulis nama lengkap secara legal. “Anak saya” nggak akan berlaku.
- Kalau Anda pernah bercerai atau menikah lagi, cek ulang semua dokumen. Saya pernah lihat mantan pasangan dapat uang pertanggungan gara-gara data nggak pernah di-update.
- Kalau ahli waris Anda masih di bawah umur, pertimbangkan untuk menunjuk wali atau membuat trust. Kalau tidak, bisa-bisa pengadilan yang menentukan ke mana uang itu pergi.
Langkah cerdas lainnya? Konsultasikan dengan pengacara atau perencana warisan soal membuat revocable living trust sebagai penerima manfaat polis.
Dengan begitu, Anda bisa punya kontrol lebih atas bagaimana uang itu digunakan, terutama kalau situasi keluarga agak rumit, misalnya keluarga campuran, anak berkebutuhan khusus, atau lainnya.
Oh ya, perlu diingat juga, kalau nilai polis Anda besar, bisa saja memengaruhi pajak warisan, apalagi kalau aset total Anda cukup signifikan.
Di Indonesia hal ini memang nggak seheboh di beberapa negara lain, tapi tetap lebih baik dicek dengan ahli jika Anda punya aset besar.
Dulu saya kira perencanaan warisan itu cuma buat miliarder yang punya kapal pesiar dan rumah liburan.
Tapi sekarang saya sadar, ini cuma soal memastikan orang-orang yang Anda sayangi tetap terurus, dengan stres dan kebingungan seminimal mungkin.
Jadi ya, asuransi jiwa bukan cuma soal perlindungan. Tapi juga tentang mewariskan ketenangan.
Kalau disiapkan dengan benar, ini bisa jadi hadiah terbaik yang pernah Anda berikan.[]